Sabtu, 06 Agustus 2016

Cinta, Kebahagiaan atau Kehancuran ?


Kupu - kupu cinta....
Terbanglah tinggi menuju jalannya...
Hinggaplah engkau di bunga yang indah...
Terbang bersama hembus angin cinta...

Ya Illahi Robbi...
Tiada lain hanyalah namamu...
Satukan cinta ini dalam bingkai...
Untaian ridhomu...

( Sigma - Kupu Kupu Cinta )

***

Melankolis, sebutan bagi seseorang yang sangat mudah hanyut terbawa perasaan, seseorang yang benar - benar memaknai "kasih sayang" begitu dalam, seseorang yang jiwanya tenang bak air mengalir, seseorang yang diam seribu bahasa manakala berhadapan dengan yang bernama "cinta", namun seakan memiliki sejuta untaian kata untuk menuliskannya diatas kertas....

Cinta, seakan memiliki episode yang tiada habisnya untuk diputar, karena akan selalu ada hal yang unik didalamnya. Manis, pahit, semua bercampur jadi satu. Manisnya cinta tidak akan bisa dirasakan tanpa merasakan pahit. Bahkan, seribu satu kata pun belum cukup untuk mendeskripsikan "cinta" seutuhnya, mungkin seperti itu yang sering dibilang para pujangga. Manis cinta seorang Romeo dan Juliet, harus diakhiri dengan pahitnya peristiwa dimana hidup mereka berdua harus berakhir dengan cara yang sangat tragis, bunuh diri demi memperjuangkan cintanya. Manis cinta Kahlil Gibran dan May Ziadah, pun harus berakhir dengan kepahitan dimana mereka tak pernah bertemu satu sama lain hingga akhir hayat. Bahkan, manis cinta Baginda Rasulullah SAW dan Ibunda Siti Khadijah, tidak luput dari peristiwa yang sangat pahit, yakni wafatnya Ibunda Siti Khadijah mendahului Baginda Rasulullah SAW, yang menyisakan duka mendalam di lubuk hati beliau...

Cinta, dalam beberapa detik saja mampu berubah menjadi suatu kebahagiaan. Tetapi bukan tidak mungkin, cinta itu bisa menjadi kehancuran bagi kita sendiri jika kita tidak bersikap bijak terhadapnya. Sudah tidak terhitung banyaknya perceraian yang terjadi di negara kita ini, lantaran disebabkan oleh permasalahan yang beragam pula. Bermula dari ketidakselarasan visi berkeluarga, ketidak mampuan menerima kekurangan pasangan, bahkan berujung pada perselingkuhan yang didasari oleh lemahnya Iman, Na'udzubillah. Namun, tidak sedikit jumlahnya pasangan insan yang "sukses" dalam membina bahtera rumah tangganya, saling mencintai karena Allah, dimana mereka selalu melibatkan Allah SWT dan hati nurani dalam menyelesaikan berbagai masalah rumah tangga, dimana mereka senantiasa berusaha saling melengkapi, dimana mereka berhasil membina anak - anaknya menjadi pribadi yang shalih shalihah, berbakti pada orang tuanya, serta menjadi pribadi yang sukses baik dunia maupun akhirat...

Lalu bagaimana mewujudkan "cinta yang membahagiakan" itu ? Hal pertama yang harus difahami terlebih dahulu adalah pernyataan berikut :



*CINTA ADALAH SEBUAH HADIAH*

Kita semua, sudah sepantasnya sadar bahwa cinta adalah sebuah hadiah, sebuah kado yang telah Allah SWT berikan kepada kita, serta yang Allah SWT titipkan kepada orang yang kita cintai. Ibaratnya, kita mendapat kiriman hadiah dari Allah yang dikirimkan melalui kurir, maka kepada siapa kita seharusnya berterimakasih untuk pertama kalinya? Jawabnya tentu Allah. Jika jalan fikiran kita benar, maka seharusnya kita tidak akan mengambil tindakan tindakan bodoh yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, apalagi jika kita berkata bahwa semua yang dilakukan atas nama cinta.

Semakin kita dicintai dan mencintai orang yang anda cinta, maka seharusnya anda semakin bersyukur dan semakin berterimakasih kepada Allah, semakin dekat dengan Allah, dan tentunya semakin mencintai Allah, bukan justru semakin melupakan-Nya.

" Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa - apa yang diingini, yaitu : wanita - wanita, anak - anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang - binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah - lah tempat kembali yang baik ( surga ). "
( Q.S Ali - Imran [3] : 14 )

***

Semoga bermanfaat dan bisa menjadi sarana bagi kita semua untuk bermuhasabah.
:)

Sumber : http://www.cinta009.com/2013/10/renungan-cinta-dalam-islam.html

Kamis, 02 Juni 2016

Makna Keajaiban


Alkisah ada seorang guru yang memberikan tugas kepada murid - muridnya untuk menuliskan "Tujuh Keajaiban Dunia". Tepat sebelum kelas usai, semua siswa diminta untuk mengumpulkan tugas mereka masing - masing. Ada seorang gadis yang paling pendiam di kelas tersebut, mengumpulkan tugasnya paling akhir diantara teman - temannya dengan ragu - ragu. Tidak seorangpun yang memperhatikan hal tersebut...

Pada malam harinya, sang guru memeriksa hasil pekerjaan siswa - siswinya. Sebagian besar dari mereka menulis demikian :

1. Piramida
2. Taj Mahal
3. Tembok China
4. Menara Pisa
5. Angkor Wat
6. Menara Eiffel
7. Colosseum

Lembar demi lembar memuat hal yang hampir sama, dan perbedaannya hanya terletak pada urutan penulisan. Tapi guru tersebut terus memeriksa sampai lembar yang paling akhir. Saat memeriksa lembar yang paling akhir itu, sang guru terdiam. Lembar terakhir tidak lain adalah milik gadis kecil pendiam tersebut, isinya adalah sebagai berikut :

1. Bisa melihat
2. Bisa mendengar
3. Bisa menyentuh
4. Bisa disayangi
5. Bisa merasakan
6. Bisa tertawa
7. Bisa mencintai

Setelah duduk terdiam, perlahan air mata sang guru pun mulai menetes, membayangkan betapa kurangnya rasa syukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikan kepadanya... Mengucapkan rasa syukur untuk seorang gadis pendiam di kelasnya, yang telah mengajarkannya sebuah pelajaran hebat pada hari itu..

***

Saudaraku yang dirahmati Allah, seringkali kita memikirkan hal - hal besar, namun hal kecil yang berada di sekeliling kita, atau bahkan yang kita sendiri sudah memilikinya, kita tidak ingat. Tidak perlu mencari sampai ke ujung bumi untuk menemukan suatu keajaiban, karena keajaiban itu sejatinya ada di sekeliling kita untuk kita miliki...

Selamat beraktivitas kawanku, semoga hari ini bisa menjadi hari terindah dalam hidupmu

:)

~ Terinspirasi dari "Catatan dan Pesan Blackberry Professor", dengan sedikit pengubahan


Minggu, 29 Mei 2016

Segitiga Planar Kehidupan ; Habblumminallah Wa Habblumminannaas


"Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan (keburukan). Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia. "
( H.R At - Tirmidzi )

Sebuah pertanyaan yang umum lagi klasik, yang tidak asing di dalam telinga kita, terutama para aktivis dakwah. Apa tujuan kita hidup di dunia ini ? Saya yakin teman - teman pun sudah diajarkan sejak kecil, entah di TPA ataupun oleh guru agama di sekolah teman - teman, bahwa tujuan utama manusia hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah. Bahkan, Allah sudah menjelaskannya di dalam Al-Qur'an Surah Adz-Dzariyat ayat 56 :

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku"
( Q.S Adz-Dzariyat : 56 )

Lalu yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah hanya itu tujuan kita ? Dengan kata lain, kita di dunia ini hanya diperintahkan untuk shalat, puasa, dan mengaji saja , tidak lebih dari itu ? Tentu saja tidak. Kita pun tidak dianjurkan untuk beribadah terus menerus sedangkan kehidupan kita terbengkalai. Bahkan Rasulullah pun mewanti - wanti bahwa Allah sangat tidak suka pada sesuatu yang dilakukan secara berlebihan, sekalipun itu dalam beribadah.

Allah memerintahkan makhluknya untuk memakmurkan Bumi Allah, dengan bekerja keras, serta mencari rezeki yang halal. Memang benar hakikatnya, bahwa Allah memang maha pengasih lagi maha penyayang. Namun bukan berarti rezeki Allah langsung jatuh dari langit begitu saja.

"Dia (Allah) Yg menjadikan bumi itu mudah buat kalian, maka berjalanlah diseluruh penjurunya,dan makanlah sebagian dari rizkinya, Dan kepadaNya lah tempat kembali"
( Q.S Al - Mulk : 15 )

Ironisnya, terkadang terlalu asyik mencari rezeki di dunia dapat membuat kita lupa bahkan semakin jauh dari Allah. Akibatnya hal - hal yang kita dapatkan menjadi kurang barokah. Lupa shalat shubuh karena keasyikan belajar sampai larut malam, lupa bersedekah dan membayar zakat, dan masih banyak lagi lupa - lupa yang lain. Mengapa ini bisa terjadi ? Jawabannya terletak pada Habblumminallah.

Habblumminallah, artinya adalah "Hubungan Antara Manusia dengan Allah". Sifat hubungan antara manusia dengan Allah SWT dalam ajaran Islam bersifat timbal - balik, yaitu manusia melakukan hubungan dengan Tuhan, dan Tuhan pun melakukan hubungan dengan manusia. Bagaimana bentuk hubungan atau interaksi tersebut ? Tentu saja bentuk interaksi tersebut tidak lain adalah serangkaian ibadah yang kita lakukan setiap harinya. Ibadah kepada Allah ada 2 jenis, yaitu Ibadah Mahdhoh dan Ibadah Ghairu Mahdhoh. Ibadah jenis pertama adalah Mahdhoh, yaitu ibadah dalam arti ritual khusus, dan tidak bisa diubah-ubah sejak dulu hingga sekarang, misalnya sholat, puasa, dan haji: cara melakukan ruku’ dan sujud dan lafal-lafal apa saja yang harus dibaca dalam melakukan sholat telah ditentukan oleh Allah SWT. Sedangkan ibadah jenis kedua yaitu Ibadah Ghairu Mahdhoh, yaitu ibadah dalam pengetahuan umum, yaitu segala bentuk perbuatan yang ditujukan untuk kemaslahatan, kesuksesan, keuntungan, serta diniatkan lillahi ta'ala

Disamping Habblumminallah, masih ada satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya. Saya jadi teringat perkataan orang tua saya tentang masa kecil beliau. Menurut perkataan beliau, zaman dulu nggak ada yang namanya telepon seluler, social media, bahkan internet sangat terbatas. Sehingga nuansa kehidupan sosial pada masa itu sangat kental. Orang - orang zaman dulu lebih banyak menggunakan waktu luangnya untuk bersosialisasi. Bahkan, zaman dulu kalau sudah buat janji dengan orang lain dan terpaksan membatalkan janji, mereka ( si pembuat janji ) bela - belain datang ke rumah orang yang diberi janji tersebut untuk membatalkan janjinya, sekalipun rumahnya jauh. Kemudian pada saat menunggu jemputan atau angkutan umum di halte, tidak jarang mereka mengajak ngobrol orang disebelahnya, sekalipun mereka tidak kenal. Mari kita bayangkan seberapa jauh perbedaannya dengan apa yang terjadi di masa kini. Pada masa kini, jiwa "Selfish" dari orang - orang di sekitar kita, dan bahkan mungkin termasuk kita sendiri salah satunya, seakan merajalela. Jika kita lihat orang - orang di dalam bis, kendaraan umum, atau menunggu jemputannya, apa yang mereka lakukan ? Mayoritas pasti nggak lepas dari yang namanya "handphone", serta sangat jarang yang memanfaatkan waktunya untuk sekadar berkenalan atau ngobrol dengan orang - orang didekatnya. Kita semua pun terkadang lupa bagaimana caranya bersopan santun, bagaimana adab berbicara kepada orang yang lebih tua, dan bagaimana adab berbicara kepada orang yang lebih muda. Bahkan fenomena yang mungkin bisa dibilang miris, kita semua memiliki kepekaan sosial yang rendah. Tidak jarang kita mendapati seorang pengemis tua yang meminta sebagian saja rezeki dari kita, tapi bukannya diberi malah dimaki - maki. Diajak sedekah ataupun menyumbangkan bantuan untuk korban bencana, eh alasannya segudang ; banyak kebutuhan ini lah, itu lah, padahal rumahnya tingkat dua, mobilnya tiga. Hal - hal seperti inilah yang dinamakan dengan Habblumminannaas.

Habblumminannaas, artinya adalah hubungan antar manusia. Hubungan dengan manusia sangat ditekankan oleh dalam Agama apabila kita faham, karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial, saling membutuhkan, saling menopang satu sama lain, dan tentunya tidak akan bisa hidup normal tanpa bergaul dengan sesama manusia. Urgensi Habblumminannaas ini telah Allah jelaskan dalam firmannya dalam Q.S Ali - Imran ayat 112 :

" Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali mereka berpegang kepada tali ( Agama ) Allah dan tali ( Perjanjian ) dengan Manusia ... "
( Q.S Ali - Imran : 112 )

Selain itu, makna "tali perjanjian dengan manusia" pun dipertegas lagi oleh Allah dalam firmannya yang lain, yakni di Q.S An - Nisa ayat 36 :

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri... "
( Q.S An - Nisa : 36 )

Allah menutup ayat diatas dengan kalimat "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang - orang yang sombong dan membangga-banggakan diri", dengan maksud agar kita tidak bersikap sombong kepada orang tua kita, karena ada saat dimana kita akan menjadi tua seperti mereka. Janganlah kita bersikap sombong kepada orang - orang miskin, karena mungkin saja di waktu mendatang merekalah yang akan lebih beruntung daripada kita. Jangan pernah kita bersikap sombong kepada pembantu rumah tangga kita, karena tanpa mereka mungkin pekerjaan rumah kita akan sangat berantakan, walau upah mereka terbilang sedikit.

Saya pun jadi teringat perkataan Ustadz Soehardjoepri saat mengisi kajian, bahwa menjalin hubungan baik atau silaturrahmi dengan orang lain dapat memperpanjang usia. Ada kisah di zaman Rasulullah, bahwa ada seorang sahabat yang tidak jadi dicabut nyawanya oleh Malaikat Izrail lantaran satu hal sederhana, karena Ia sangat mengutamakan yang namanya silaturahmi.

Konsep keseimbangan Habblumminallah Wa Habblumminannaas ini dapat pula dijelaskan dari sudut pandang psikologi modern, yakni sebagai berikut :

Lalu bagaimana cara menyeimbangkan kedua hal ini ; Habblumminallah Wa Habblumminannaas ? Beberapa hal sederhana ini mungkin bisa kita coba bersama, 

  * Habblumminallah
     - Luruskan niat setiap hendak melakukan sesuatu. Niatkan segalanya karena Allah, maka Inshaallah akan membuahkan hasil yang terbaik
     - Menjaga keistiqomahan dalam melakukan salah satu amal yaumi, terutama amalan sunnah. Tidak perlu banyak - banyak dulu. Satu saja cukup, asal kontinyu
     - Membiasakan untuk bermuhasabah diri sesering mungkin

   * Habblumminannaas
     - Menerapkan 3S ( Senyum, Salam, Sapa ) ketika bertemu dengan siapapun. Kalau perlu, jabat erat tangannya ( remember : untuk jabat tangan, tidak berlaku untuk lawan jenis )
     - Selalu berusaha menyenangkan hati orang lain
     - Berbicara hal - hal yang bermanfaat, senantiasa mengajak pada kebaikan
     - Mengedepankan sikap toleransi dan saling menghargai

***

Selamat beraktifitas kawan - kawanku sekalian, semoga hari ini menjadi hari terbaik dalam hidupmu. Tetaplah jaga agar langkahmu senantiasa berada di jalan-Nya, dan berdoalah agar dibimbing oleh Nya menuju kehidupan yang lebih baik kedepannya. Jalani harimu dengan Senyum, Semangat, dan Cinta 

:)

3738 In Our Hands ... ( Trilogy of "Challenge" part 3 )


" Sesungguhnya Allah mencintai orang - orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan - akan seperti bangunan yang tersusun kokoh. "
( Q.S Ash - Shaff : 4 )

Pagi itu, kulirik sejenak arlojiku sembari memarkirkan sepeda motorku di parkiran sebuah tempat terindah yang membuat siapapun tentram manakala berada di dalamnya, Masjid Manarul Ilmi ( MMI ). Waktu sudah menunjukkan pukul 09.30. Aku telah tiba lebih awal di MMI, namun tidak dengan kawan - kawanku. Kami janjian untuk mengadakan syuro' rapat koordinasi pagi itu pukul 10.00. Terlalu rajin nampaknya aku ini, fikirku pada saat itu :)

Kumulai mulai syuro' pada pagi hari itu dengan ucapan basmalah, tentunya dengan mukadimah pula. Sungguh, aku sedikit menemukan hal yang berbeda di pagi hari ini. Kawan - kawanku yang biasanya enggan berpendapat, hari ini mereka semua menyampaikan pemikiran - pemikiran kritisnya, jauh dari perkiraanku sebelumnya. Memang benar adanya ; air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan. Disinilah nampaknya aku harus bersikap lebih bijak lagi untuk memaksimalkan potensi kawan - kawanku, untuk bersama - sama menyukseskan dakwah...

***

"Akh, aku ingin meminta pendapatmu. Sebetulnya apa salahku sekarang ini ? Aku sudah berusaha maksimal. Tapi kenapa malah terjadi salah faham begini ? "
" Sebetulnya Syahdan nggak salah. Ana faham, Syahdan sudah melakukan apa yang seharusnya Syahdan lakukan. Hanya saja, ada beberapa hal di dalam diri Syahdan yang harus diperbaiki. Mungkin ketika menghubungi teman - teman kemarin, ketika ngajak kumpul, ketika syuro' di social media, Syahdan kurang bisa santai sedikit. "
" Kalau hanya masalah itu, ana yakin masalahnya tidak sampai berat seperti ini Akhi. Namun nyatanya ? Besok sudah hari terakhir, dan kenapa permasalahan justru semakin rumit ? "

Aku yang semenjak tadi siang berusaha untuk tersenyum, menyembunyikan segala beban yang ada di dalam fikiranku ini, detik ini aku sudah tak mampu. Di hadapan kedua sahabatku, Habib dan Rama, aku tumpahkan semua beban fikiranku. Hal yang membuat hatiku menangis semenjak berhari - hari yang lalu tidak sanggup lagi kusembunyikan. Sungguh, berkeluh kesah dan mengeluh dihadapan orang yang dipimpin merupakan hal yang tidak sepatutnya kulakukan. Aku pun sudah berusaha hanya mengadukan permasalahan ini kepada Allah. Namun nampaknya Allah mengutus kedua sahabatku, Habib dan Rama untuk mendengarkan keluh kesahku...

" Ingat Akh. Allah menurunkan cobaan itu pasti sesuai kapasitas hambanya. Kamu coba bayangkan, belum tentu teman - teman yang lain kuat manakala diberikan cobaan sepertimu ini. Ini adalah momen dimana Allah meningkatkan derajatmu. Tinggal bagaimana kamu sikapi, terus maju kedepan atau mengeluh dan menangis tanpa berbuat apa - apa ! "
" Iya dan, bener yang dibilang Habib. Sejak kemarin, aku sudah melihat usahamu. Ya mungkin ini salah satu pertimbanganku kenapa ketika musyawarah penentuan koordinator tim, aku mengusulkanmu. Karena apa ? Karena mentalmu yang paling kuat diantara kita semua, dan karena usahamu paling kenceng kalo dilihat dari proker - proker sebelumnya. Walau memang benar, kamu belum bisa merangkul teman - teman semuanya. "

Pemaparan Rama dan Habib sedikit membuatku tenang, namun belum kutemukan apapun, apa yang harus kulakukan keesokan harinya,

" Lalu apa yang harus kulakukan besok, Akhi ? "

Habib menepuk pundakku lalu menjawab singkat,

" Just do it, dan hadapi dengan tegar ! Jangan jadi pengecut. "

***

Angin segar yang berhembus pagi ini, seakan membawa kesejukan tersendiri bagiku. Bukan karena hari ini aku akan mendapatkan penghargaan, bukan pula karena aku ingin bertemu dengan orang yang "spesial". Namun karena sebentar lagi, bebanku akan segera terlepas. Namun tidak dengan tanggung jawab untuk 1 tahun mendatang. Tepat seminggu yang lalu, konflik internal telah terselesaikan. Aku telah mengambil sebuah keputusan yang bulat, setelah melakukan Istikharah pada dini hari. Memang pada buku - buku kepemimpinan dan motivasi yang sering kubaca, keputusan yang terbaik adalah keputusan yang benar - benar menguntungkan kedua belah pihak, dan tiada berat sebelah sedikitpun. Namun aku sadar, bahwa menerapkan tidak semudah menuliskan itu semua dalam kata - kata. Selalu ada yang dikorbankan, dan selalu ada yang harus mau berkorban...

Kupijaki tangga satu per satu sembari mengucapkan basmalah dan untaian tasbih. Apapun yang terjadi pada hari ini, pasti inilah jawaban dari lika - liku perjalanan yang telah aku dan teman - teman lewati sejak kemarin, fikirku pada saat itu. Teringat kembali ucapan "pendahulu - pendahulu" ku, bahwa memang belum pernah ada permasalahan seperti ini di organisasiku saat ini, dan inilah yang pertama kalinya. Sekilas aku membayangkan, betapa senangnya apabila aku menjadi bagian dari mereka yang tahun lalu berjuang, alangkah senangnya apabila aku tidak mengalami ini semua. Namun, kutepis fikiran itu dengan segera, karena hanya Allah lah yang berhak mengatur skenario kehidupan atas hamba yang diciptakannya sendiri. Allah lah yang memiliki kuasa atas segalanya, dan kita tidak punya hak untuk memaksakan kehendak kepada-Nya. Apa yang kualami saat ini tidak seharusnya kujadikan alasan untuk manja, mengeluh..

" Innalillahi wa Innailaihi Rajjiun, telah terpilih saudara Rama sebagai ketua umum pada periode kepengurusan 1437 - 1438 H. Semoga bisa menjalankan amanahnya dengan baik. "

***

Terimakasih banyak kepada teman - teman BPFA, yang telah berkontribusi, yang telah bersusah payah mempersiapkan kepengurusan setahun mendatang. Terimakasih kepada teman - teman DPH dan DPP KINI 3637 H yang telah banyak memberikan ilmu dan segudang pengalaman baru kepada kami semuanya.

:'))

Dimanapun kita berada nanti, apakah nanti kita masih berada di bingkai yang sama maupun tidak, ingatlah selalu bahwa kita semua pernah dibersamakan disini, di dalam bingkai yang sama..."
( Noer M Syahrizal )

#From 3637 to 3738


Surabaya, 29 Mei 2016

Based On True Story, dengan pengubahan

Jumat, 13 Mei 2016

Disinilah Ladangnya...

A’uudzubillahiminassyaithaanirrajim…
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin…
…..

Hayoo, siapa sahabat Rasulullah SAW yang kaya raya, yang selalu menafkahkan hartanya untuk keperluan perang Rasulullah ? Ada yang bisa jawab ?
Saya buu…
Nggakmauu, aku dulu yang jawab … aku tau jawabannyaa !!
Nggak, pokoknya aku..
Sudah – sudah , nggak boleh rebutan yaaa. Nanti masing – masing boleh jawab..

Siapa Nabi yang tidak punya Ayah ??
Saya mau jawab Bu. Nabi Adam dan Nabi Isa
Yaa, pinterrr…

Suasana pagi yang mendung, yang umumnya menggodaku untuk melanjutkan tidurku ba’da shalat shubuh, namun tidak demikian dengan pagi ini. Udara pagi yang dingin, serta hujan yang mulai turun rintik – rintik, tidak menyurutkan langkahku untuk berangkat ke kampus hari ini. Bukan untuk kuliah, namun untuk menghadiri mentoring bersama kedua orang sahabatku ; Maulana dan Wawan.

Seperti biasa, suasana Masjid Manarul Ilmi ITS atau yang biasa disebut MMI tidak pernah sepi pada hari Sabtu maupun Minggu. Selalu dipenuhi oleh anak – anak kecil yang belajar mengaji, mengikuti liqo’ ( pengajian kelompok / mentoring ), ataupun hanya sekadar bermain – main di dalam Masjid. Keceriaan anak – anak kecil tersebut semakin memperindah suasana pagi ini. Tidak hanya anak – anak kecil saja, namun MMI dipenuhi pula oleh Bapak – bapak dan Ibu – ibu. Terlihat pula beberapa anak kecil sedang muraja’ah atau menghafal Al – Qur’an bersama dengan Ayah mereka.

***

Ul, entah mengapa setiap aku ke manarul hari Sabtu ato minggu, kok semacam dapet inspirasi gini ya
Kenopo Akh ? Ya itulah Masjid. Senantiasa memberikan kesejukan setiap kali kau memandangnya. Apalagi jika engkau berdiam di dalamnya.
Bukan itu Akh. Aku sering ngebayangin. Seneng ya punya keluarga kayak mereka – mereka yang setiap sabtu minggu sering ke manarul sekeluarga. Bahkan aku liat ayah sama anaknya hafalan bareng. Ato ke masjid bareng istrinya. Kok rasanya ini so sweet banget ya kalo menurutku.
Uwes Akh. NDANG BUDAL !!!
Opo se hahahaha

Kami berdua pun tertawa lepas sembari berjalan meninggalkan masjid ba’da dhuhur. Ya, topik pembicaraan tentang “nikah”, “istri”, “anak”, “keluarga” seakan menjadi topik yang tiada habisnya untuk dibahas. Selalu ada yang menarik, selalu ada inspirasi, serta selalu ada semangat di dalamnya, semangat untuk meningkatkan kualitas diri. Betapa keluarga yang Islami, serta Sakinah Mawaddah Wa Rahmah Wa Da’wah selalu menjadi impian setiap manusia, namun tentu mewujudkannya tidak mudah.

Jawaben pertanyaanku Akh. Kapan atene budal ?

Pertanyaan Maulana yang tak kuduga – duga kembali mengejutkanku. Sudah tidak perlu kutanyakan lagi, apa makna “ budal ” yang disebutkan oleh kawanku ini. Sudah tahu sama tahu. Aku hanya tersenyum, lalu menjawab lirih.

Inshaallah di waktu yang tepat, Akh. Ilmuku belum cukup, dan masih banyak yang harus kupersiapkan Akh.

***

            Bukan hanya menyejukkan, tapi juga menentramkan. Tidak layak jika hanya disebut istana, karena apa yang ada di dalamnya lebih dari sekadar kemuliaan. Betapa aku membayangkan anak - anak kecil yang sejak kecil diperkenalkan dengannya oleh orang tua mereka, kelak akan menjadi sangat dekat dengannya ketik sudah dewasa. Ketika mereka semua masih kecil mereka hanya tahu apa itu Alif, Ba', Ta', Tsa', Jim, dan seterusnya, kelak disinilah mereka akan mengetahui lebih banyak dari itu. Ketika semasa kecil mereka hanya menjadikannya tempat untuk bersuka ria dengan teman - temannya, kelak disinilah mereka akan mengenal apa itu Ukhuwah, dan apa itu Amal Jama'i. Karena disinilah sesungguhnya letak “ladang” itu. Ladang untuk mencetak calon generasi – generasi penerus dan pemimpin masa depan. Masjid.

Selasa, 19 April 2016

Challenge ... ( Trilogy of "Challenge" part 1 )


"Kalau bukan Antum, lalu siapa lagi Akhi ?"
"Ya kan masih ada orang yang lain, yang keimanannya lebih tinggi daripada Ane. Ane mah apa. Shalat masih telat - telatan, tilawah juga jarang, gak pantes Ane."
"Wallahualam bi Shahwaf, Akhi. Hanya Allah yang berhak menilai keimanan seseorang ! So, kenapa sampe bisa ngerasa nggak pantes ?"
"Bener Akhi. Tapi menurut antum, dari segi skill lain Ane, apakah menurut Antum pantas ?"
"Demi kemashlahatan bersama Akhi, sebaiknya...."
"Tapi, aku tetep nggak yakin !!"
"Renungkanlah dulu. Tenangkan fikiran dan hati. Berfikirlah dengan jiwa yang tenang"

Tak kuasa lagi aku melanjutkan perdebatan tak berujung ini dengan sahabatku, Habib. Selain karena kehabisan kata - kata untuk membantah perkataan sahabatku, Adzan Isya pun sudah berkumandang. Namun, perkataan sahabatku ini masih terngiang - ngiang di sela sela wudhu' ku, sehingga membuatku tidak konsentrasi dan harus mengulang wudhu' ku berkali - kali. Sebuah tantangan. Ya, sebuah tantangan yang seakan - akan menghantam otakku bertubi - tubi. Tiba - tiba ingatanku pun terbawa kembali pada peristiwa 1 tahun silam, dimana aku menghadapi sebuah tantangan baru yang serupa dengan yang kuhadapi detik ini...

*

"Aku mau evaluasi. Tolong kalo bikin keputusan itu jangan plin plan. Kemarin kamu bilang pendaftaran peserta ditutup aja. Yaudah aku sempet nolak ada peserta yang daftar tadi malam. Tapi tadi pagi akhirnya kamu buka registrasi lagi"

Di ruang aula pada siang hari, wajah - wajah panitia yang berseri - seri tiba - tiba sirna seketika, ketika ada seorang panitia yang menyampaikan evaluasinya sembari menangis tersedu - sedu lalu berlari meninggalkan ruangan. Lia, sang koordinator publikasi mengatakan sesuatu yang sungguh tidak kuduga sebelumnya. Disaat teman - teman yang lain menyampaikan evaluasinya dengan santai sembari diiringi candaan di sela - selanya, Lia tidak demikian. Aku yang pada saat itu menjabat sebagai ketua panitia seketika itu panik, tidak tahu harus berbuat apa, karena memang akulah yang plin plan. Aku mengubah keputusanku pagi itu tanpa pertimbangan yang matang. Disaat aku merasa panik itulah, kawanku, Askar, dapat segera menetralisir suasana dan menutup forum evaluasi pada siang itu...

"Kar, gimana nih ? Maaf banget kalau jadinya kayak gini. Jujur tadi aku bingung harus gimana. Aku sudah berusaha berfikir, tapi tetap belum ada titik temu yang pas. Keputusan pun harus aku ambil pagi itu juga."
"Sudah dan, It's okay. Ya ini yang dinamakan pembelajaran. Kamu berani mengambil challenge buat jadi pemimpin, ya harus siap dengan kondisi kayak gini. Ingat, kamu HARUS SIAP DIBENCI manakala kamu memutuskan untuk jadi pemimpin. Karena kamu tidak bisa memaksakan semua yang kamu pimpin untuk berfikir selaras denganmu. Sudah, ayo sekarang kamu minta maaf ke Lia"
"Hmmm, tapi Kar..... Bagaimana kalau ..."
"Sudah, gak ada tapi - tapian. Masih 1 minggu lagi lho acara besarnya. Ini belum apa - apa. Ayo, kamu cowok kan ? Harus jantan kalo kamu sudah melakukan kesalahan !"

Akupun tak kuasa menolak nasihat Askar yang langsung menarik tanganku sembari berlari, untuk menemui Lia dan meminta maaf.

"Li, maaf kalo emang keputusanku tadi pagi plin plan. Jujur, akupun masih belajar. Aku sadar aku belum bisa jadi pemimpin yang baik"
"Sudah nggakpapa Syahdan. Aku yang seharusnya minta maaf. Aku yang nggak bisa jaga omonganku tadi di depan forum. Maaf kalau kata - kataku kasar banget tadi..."

Hening, sunyi. Sungguh sebuah jawaban yang membuatku bingung, bagaimana untuk bersikap, detik itu juga....

**

"Daan. Plisss, jangan jadi kahima. Aku nggak akan setuju"
"Lhoo, tapi kenapa ? Kasih tau dong alasannya."
"Udahhh, percaya akuu.. Pliss pliss, jangan jadi kahimaaa !!!"

Ini kesekian kalinya kawanku, Lia, membuatku geleng - geleng kepala dan mengelus dada. Heran, mungkin juga bercampur jengkel. Aku bertemu lagi dengan kawanku ini di bangku perkuliahan. Memang benar adanya, saat itu aku punya keinginan untuk menjadi seorang kahima, karena aku ingin belajar bagaimana caranya memimpin sebuah organisasi. Sejauh ini, aku hanya pernah sebatas memimpin suatu acara saja yang bersifat insidentil. Lalu apa bedanya memimpin kepanitiaan dan memimpin sebuah organisasi selain dari segi waktu ? Ketika aku menanyakan alasannya pun, Lia tak urung menjawab dan selalu mengalihkan perhatian. Lama kelamaan timbul sebersit prasangka buruk dalam hatiku, apakah Lia masih dendam terhadapku tentang peristiwa 1 tahun silam ? Sebegitu tidak pantasnya kah aku untuk mempelajari suatu hal baru ?

Malam itu, sungguh sebuah pertemuan yang tak kuduga - duga. Aku bertemu dengan Askar di masjid kampusku. Sudah lama sekali kami tak bertemu semenjak awal perkuliahan semester I. Kami pun berbincang - bincang seru, hingga akhirnya pembicaraan kami mengarah pada kebimbanganku akan sikap Lia,

"Menurutmu kenapa Kar, hingga Lia seperti itu ? Kurasa dia tidak bercanda. Aku tau bedanya mana orang bercanda mana enggak. Setiap kutanya, dia selalu mengalihkan topik. Bingung aku. Apa skill kepemimpinanku sebegitu rendahnya kah ? Sebegitu kurangnya ilmu ku kah ?? "

Seperti biasa, kawanku Askar tidak pernah berubah ciri khasnya sejak berorganisasi di SMA dulu. Termenung sejenak, kemudian manggut - manggut sambil mengelus - elus dagunya yang tak berjenggot atau sesekali membenahi kacamatanya yang sering melorot, lalu memberikan sebuah petunjuk yang sangat bijaksana menurutku,

"Sejujurnya Dan, aku pun pernah nanya tentang kamu ke salah seorang temenku di jurusanmu juga. Mereka bilang kamu punya pemikiran bagus, aktif berpendapat, tapi seringkali omonganmu terlalu mbulet, susah dipahami, dan kamu kurang bisa bersikap santai Dan. Sehingga, mereka pun dalam hati seringkali beranggapan begini ; Ini orang ngomong apa sih , gajelas banget.. Jadi aku nangkepnya, kamu kurang bisa mengemas pemikiranmu sesuai dengan bahasa yang difahami mereka. Istilahnya, mereka baru berfikir Besok aku makan apa , sedangkan yang kamu fikirkan adalah 2 tahun lagi aku bisa makan apa aja. Coba kamu rasain aja, ketika kamu berpendapat di depan temen - temenmu, rasanya kayak krik - krik gitu kan ?"

Ah, sudah tak mampu lagi aku menerka jalan fikiran temanku ini. Kawanku ini selalu saja tahu apa yang kufikirkan dan kurasakan. Tak urung juga aku mengangguk perlahan sambil tertunduk. Askar pun menepuk bahuku dan melanjutkan perkataannya,

"Kamu nggak perlu risau. Jujur aku bangga punya temen kayak kamu, yang visioner, berfikir jauh kedepan, dan berani menjadi yang berbeda diantara yang lain. Hal - hal kayak gitu patut kamu syukuri, karena nggak semua orang bisa kayak kamu. Bener kan ? Cuma kalo dari aku, cobalah kamu belajar untuk lebih sedikit santai dan membaur dengan semua orang. Ingat, kalo dulu walisongo nggak berhasil membaur sama penduduk di Jawa, kita semua mungkin belum kenal Islam. Get it ?"

Sungguh nasihat yang menggugah hati dari temanku ini. Jika aku tidak ingat bahwa aku berada di masjid yang ramai, mungkin aku sudah memeluk kawanku yang bijak ini. Namun kuurungkan niat itu. Selain karena malu juga, waktu sudah menunjukkan pukul 19.00. Ada jadwal kumpul bersama kawan - kawan seangkatan di Theater Y.

"Jazakumullah khairan atas nasihatnya. Aku duluan Kar. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam"

~Based on true story ( Dengan pengubahan )

..... To be Continued .....

Jumat, 25 Maret 2016

Ilmumu, Tombak Peradaban


Tombe la neige
Tu ne viendras pas ce soir
Tombe la neige
Et mon cœur s'habille de noir
Ce soyeux cortège
Tout en larmes blanches
L'oiseau sur la branche
Pleure le sortilège

Tu ne viendras pas ce soir
Me crie mon désespoir
Mais tombe la neige
Impassible manège

Tombe la neige
Tu ne viendras pas ce soir
Tombe la neige
Tout est blanc de désespoir

Triste certitude
Le froid et l'absence
Cet odieux silence
Blanche solitude

Tu ne viendras pas ce soir
Me crie mon désespoir
Mais tombe la neige
Impassible manège

Sebuah lagu ciptaan Salvatore Adamo, musikus klasik asal perancis, tak terasa saya nyanyikan sepanjang perjalanan pulang setelah selesai mentoring. Hujan deras yang terjadi sepanjang perjalanan pulang semakin membuat saya semakin menghayati lagu yang kunyanyikan, karena arti dari "Tombe la Neige" ini adalah "The Snow is Falling" atau "Salju telah turun". Yah walaupun saya belum pernah merasakan hujan salju sekalipun. Tapi saya percaya, bahwa saya akan merasakan hujan salju 2 - 3 tahun lagi. Aamiin :)

Perancis. Ya, adalah salah satu impian saya untuk menjejakkan kaki di sana 2 - 3 tahun mendatang. Untuk apa lagi kalau bukan untuk melanjutkan studi ? Walaupun belum tentu orang tua memberikan izin, tetapi setidaknya ini merupakan perencanaan masa depan. Perencanaan masa depan ibarat sebuah kemudi. Sebuah kemudi sangat menentukan kemana kapal akan berlayar. Sama dengan rencana hidup, tanpa perencanaan masa depan yang cermat, mau dibawa kemana hidup saya ? Allah pun menyukai segala sesuatu yang penuh perencanaan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Hasyr ayat 18 :

"Wahai orang - orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap kalian memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ( akhirat ), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan"
( Q.S Al-Hasyr : 18 )

satu prinsip yang kupegang sejak awal aku mengenal apa itu organisasi hingga aku menjadi seperti sekarang ini : Kebaikan yang tidak terorganisir AKAN KALAH dengan Kebathilan yang terorganisir rapi.

***
"Zaman dulu, ada sebagian umat muslim yang berpendapat bahwa agama dan ilmu pengetahuan itu tidak bisa dicampuradukkan. Sehingga orang - orang yang belajar agama Islam, tapi juga belajar ilmu - ilmu selain agama Islam, dianggap salah. Namun, menurut saya ini justru merupakan awal kehancuran dari Islam itu sendiri". Perkataan mentor saya inilah yang membuat saya berfikir sejenak. Memang benar adanya, zaman dulu hal tersebut pernah terjadi. Al-Ghazali, dalam tulisannya yang berjudul Tufahat al-Falasifa ( Ketidakjelasan para Filsuf ) pada tahun 1058, sangat mempengaruhi dunia Islam secara keseluruhan. Namun, pengaruh yang diberikan kurang baik menurut pendapat saya, yakni menyebabkan perkembangan ilmu - ilmu pengetahuan dalam Islam menjadi terhambat. Di lain sisi, Gebert d'Aurillac ( Pendeta asal Spanyol ), mulai mempelajari ilmu - ilmu matematika, astronomi, filosofi dari orang Islam di Spanyol. Sejatinya, inilah awal dari Zaman Renaissance ( kebangkitan di eropa ) dan sebaliknya, awal dari keruntuhan Islam itu sendiri. Ada sebuah pelajaran menarik yang menginspirasi saya disini, sepanjang perjalanan pulang.

Timbul gejolak - gejolak pertanyaan dalam hati, sejatinya Islam itu indah, dimana ilmu - ilmu yang diajarkan adalah 100% benar dan bermanfaat untuk kehidupan kita. Namun mengapa terkadang kita semua, termasuk diri sendiri yang terkadang masih enggan untuk mengamalkannya ? Mengapa justru yang mengamalkannya adalah orang - orang non-muslim, lebih tepatnya bangsa barat ? Pada saat ini, kita kalah secara teknologi dengan bangsa barat. Padahal sebetulnya, peradaban teknologi sudah ditemukan lebih dulu oleh umat muslim pada Dinasti Abbasiyah, tepatnya sebelum runtuhnya Dinasti Abbasiyah terakhir di Granada, Spanyol.

Mengapa negara - negara eropa yang semula sangat "kelam" bisa berubah menjadi negara - negara yang jauh lebih modern dari segi teknologi dengan negara - negara Islam pada saat ini ? Ya karena salah kita sendiri, bukan salah agamanya. Kita lah yang terkadang bermalas - malasan belajar. Ibarat kata, kita terlena oleh kejayaan - kejayaan yang sempat kita raih di zaman dulu, masa keemasan Islam. Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di belahan bumi eropa. Pada masa sebelum Renaissance, orang - orang eropa sangat terbelakang. Mereka hanya menurut apa kata pastur ataupun pendetanya. Ketika mereka menyadari bahwa bangsa mereka tertinggal, mereka pun berusaha mengejar ketertinggalan mereka, dengan banyak belajar dari orang Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Gebert d'Aurillac, pendeta pertama yang mau belajar ilmu - ilmu sains dan teknologi dari orang Islam.

Agama, memang kunci dari sebuah peradaban yang madani. Namun, peradaban madani pun tak luput dari kebutuhan akan berkembangnya teknologi. Caranya bagaimana ? Tentu saja dengan kita lebih banyak belajar, jangan pernah malu, enggan, gengsi, apalagi malas belajar dari orang yang memiliki pengetahuan jauh lebih luas dibandingkan kita, sekalipun berbeda keyakinan dengan kita. Tetaplah konsisten dan senantiasa berusaha untuk mengamalkan apa yang kita miliki, dalam Agama yang rahmatan lil aalamin, Islam.

***
Inilah hal yang membuat saya semakin termotivasi untuk mewujudkan impian saya, dimana saya dapat bertemu dengan orang - orang hebat, lalu menggali sebanyak mungkin ilmu - ilmu yang mereka miliki untuk membangun diri, bangsa, negara, dan tentunya adalah membangun peradaban. Karena sejatinya ilmu, adalah tombak peradaban.

Teruslah belajar, dan jangan pernah berhenti belajar hingga nafas ini terhenti dan jantung berhenti berdetak. Karena kita semua adalah pembelajar, pembelajar seumur hidup.

****

Semoga apa yang saya tuliskan kali ini bisa menjadi motivasi, inspirasi, dan tentunya sebagai bahan muhasabah untuk diri saya pribadi maupun teman - teman yang membacanya.

:)



Surabaya, 25 Maret 2016
@RumahKesuksesan

Minggu, 28 Februari 2016

Kisah Seorang Murid dan Sesendok Garam


Pada suatu ketika, ada seorang murid yang datang ke rumah gurunya sembari memasang raut muka kesal. Setelah bersalaman, sang guru mempersilahkan muridnya tersebut untuk duduk,

"Ada apa gerangan wahai muridku, hingga wajahmu muram seperti itu ?", tanya sang guru.

"Entahlah guru. Saya sudah bosan dengan cobaan - cobaan yang saya hadapi hingga detik ini. Saya tidak kuat lagi", jawab murid tersebut sambil tertunduk.

"Memangnya apa masalah yang sedang kau hadapi ?"

"Banyak sekali guru, sampai saya bingung harus menceritakannya dari mana."

"Baiklah, sekarang kau tunggu disini"

Sang guru pun tersenyum sembari meninggalkan muridnya ke dapur, lalu kembali dengan membawa segelas air dan sebungkus garam. Sang murid pun terheran - heran melihat gurunya membawa sebungkus garam dan segelas air di hadapannya. Lalu sang guru pun menyuruh muridnya untuk membubuhkan sesendok garam ke dalam air dan mencicipinya.

"Bagaimana rasanya ? Segar ?"

"Asin sekali, guru.", jawab sang murid sembari meringis.

"Sekarang mari ikut denganku. Aku ingin membawamu ke suatu tempat. Bawalah pula sebungkus garam dan sendoknya."

Sang guru mengajak muridnya keluar rumah, lalu tak lama kemudian mereka berdua pun tiba di sebuah danau yang jernih lagi indah. Pemandangan danau yang begitu indah membuat sang murid tersebut melupakan permasalahan yang dihadapinya sejenak.

"Sekarang coba kau taburkan sesendok garam ke dalam danau tersebut"

Sang murid pun melaksanakan perintah gurunya. Sesendok garam pun ditaburkan ke dalam danau tersebut. Lalu sang guru menyuruh muridnya tersebut untuk mencicipi air danau tersebut.

"Bagaimana rasanya ?"

"Sangat segar, guru. Tidak terasa asin sama sekali"

"Sekarang juga, kau taburkan seluruh garam yang ada dalam bungkus plastik tersebut. Lalu cicipi kembali airnya."

Kini seluruh garam yang berada di tangan sang murid telah ditaburkan ke dalam danau, dan sang murid pun kembali mencicipi air danau tersebut.

"Bagaimana rasanya ?"

"Masih sangat segar, guru. Tidak terasa asin sedikitpun"

Sang guru pun tersenyum, lalu dengan bijak ia pun memberikan nasihat kepada muridnya tersebut.

"Muridku, kira - kira seperti itulah nikmatnya berlapang dada dan bersabar dalam hidup. Marilah kita ibaratkan permasalahan yang kita hadapi dengan sesendok atau sebungkus garam, lalu  qalbu / kelapangan hati kita adalah air dalam gelas dan air danau ini. Ketika engkau tidak bisa bersabar dan berlapang dada dalam menjalani kehidupan, maka derita yang timbul akibat permasalahan hidup yang kau hadapi akan semakin terasa, laksana segelas air garam yang telah kau cicipi tadi. Namun jika engkau memiliki kesabaran dan kelapangan hati yang begitu besar laksana danau ini, atau bahkan samudera yang lebih luas, maka percayalah bahwa derita maupun rasa sakit yang timbul akibat permasalahan hidupmu tidak akan terasa. Karena orang yang senantiasa bersabar, akan tetap senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Dibalik ujian yang kau hadapi, pasti akan ada selalu hikmah yang dapat kau ambil"


***

Selamat beraktifitas wahai kawanku, semoga setiap langkahmu, hembus nafasmu, serta ucapanmu senantiasa diberkahi oleh Allah, dan semoga hari ini akan menjadi hari terbaikmu dalam menjalani hidup ....

:)

Minggu, 31 Januari 2016

4 Years Again ....

...
Almamaterku, kan kuturut bimbinganmu...
Jadi pejuang yang tak kan kenal letih...
Membangun negeri...
Hidup ITS...
Hidup ITS...
Almamaterku Jaya...

Ketika 4 tahun silam kita melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam kampus perjuangan, disambut oleh sang Presiden BEM dengan sebuah pekikan "salam persatuan", maka detik ini juga sebelum kita tinggalkan kampus perjuangan ini, mari kita pekikkan kembali "salam persatuan" itu dengan sepenuh hati..
VIVAT !!!

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Ketika saya dihadapkan oleh sebuah pertanyaan, "Siapakah mahasiswa terbaik diantara seluruh mahasiswa di kampus perjuangan ini?", maka sudah jelas jawabannya adalah bukan saya, pun bukan pula hanya teman - teman lulusan terbaik jurusan masing - masing yang ada di ruangan ini. Ketika saya dihadapkan oleh sebuah pertanyaan, "Siapakah pemimpin terbaik diantara seluruh kader - kader yang pernah dicetak di kampus perjuangan ini ?", saya pun tidak sungkan untuk menjawab "Bukan saya, pun bukan pula hanya seluruh teman - teman lulusan terbaik yang ada di ruangan ini". Karena saya yakin, walaupun detik ini saya yang berdiri di depan, namun saya merasa bahwa saya sedang berhadapan dengan mahasiswa - mahasiswa, serta calon pemimpin - pemimpin terbaik di masa depan yang telah dicetak oleh kampus perjuangan tercinta, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya...

Dimana ada sebuah pertemuan, pasti akan ada perpisahan sesudahnya di kemudian hari. Tidak selamanya yang namanya perpisahan adalah akhir dari sebuah persaudaraan, namun perpisahan ini adalah awal dari pertemuan kita semua yang kelak akan jauh lebih indah dibandingkan pertemuan kita semua beberapa tahun silam. Tidak selamanya yang namanya perpisahan adalah akhir dari sebuah kebahagiaan, namun perpisahan adalah langkah awal kita untuk berkarya serta menebarkan kebahagiaan yang jauh lebih besar kepada sekitar kita. Dan yang terpenting, perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, namun justru perpisahan adalah perjalanan awal merengkuh dayung menuju masa depan cerah.

Ingatkah kawan - kawanku akan pepatah dari Bung Karno, "Berikanlah aku seribu orang tua, niscaya kan KUCABUT SEMERU DARI AKARNYA. Namun berikanlah aku sepuluh pemuda, niscaya kan KUGUNCANGKAN DUNIA." ? Jika sepuluh pemuda yang berjuang bersama saja sudah mampu mengguncangkan dunia, maka nampaknya "Indonesia Maju" terlalu mudah untuk kita wujudkan bersama, terlalu kecil jika dikerjakan oleh kita semua kaum muda - mudi yang ada di ruangan ini. Karena sejatinya "Peradaban Madani" lah yang wajib kita wujudkan bersama di masa depan ....

***

CIIIIITTTTT

Tiba - tiba saja truk yang kutumpangi dari Surabaya ini mendadak berhenti. Saking terkejutnya aku, badanku sampai menindih teman di sebelahku. Aku pun tersadar dari lamunanku yang begitu panjangnya.

"Hope that I'll give those valedictory speech 4 years again", desisku dalam hati senantiasa tersenyum.



Surabaya, 29 Januari 2016


- Perenungan Dalam Sebuah Perjalanan -

Sabtu, 09 Januari 2016

Inspirasi Tanpa Batas !!



..."Dan Visi", kata Albert Einstein, "Jauh lebih penting dari pengetahuan." Mengapa ? Karena pengetahuan bersifat lampau dan terbatas. Sedangkan visi adalah masa depan yang tanpa batas. Visi jauh lebih besar daripada sejarah, lebih besar daripada beban kita, lebih besar dari luka nestapa emosi kita di masa lampau...

Cuplikan kalimat itulah yang membuatku terhenti sesaat membaca bukuku. Perjalanan wisata bersama teman - teman seperjuanganku dalam dakwah, siapa lagi kalau bukan teman - teman dari KINI, sejenak membuatku terbebas dari mimpi buruk akan nilai semester ini yang masih menggantung. Suasana bus yang sangat ramai, siapa lagi kalau bukan kawanku Iim yang membuat suasana ramai. Pembawaannya yang "khas" ketika memandu games kecil dalam bus membuat kami tertawa terpingkal - pingkal. Meskipun yang lucu bukanlah cerita - cerita humor yang ia lontarkan, tapi dari mimik wajahnya, cara bicaranya, membuat ia menjadi salah satu temanku yang unik. Rasa ingin tahunya yang besar, juga semangatnya yang tinggi untuk belajar segala hal yang baru. Aku pun melihat adanya potensi yang besar dari kawanku ini.

Teringat pula olehku setiap mengikuti mentoring bersamaku, dirinyalah yang paling getol mencatat segala ilmu baru yang ia dapatkan. Dirinya pulalah yang paling banyak bertanya diantara kami semua yang ikut mentoring, walau terkadang pertanyaan - pertanyaan sederhana yang Ia tanyakan. Namun justru dari pertanyaan - pertanyaan sederhana itulah yang terkadang sering membuatku tertohok. Selama ini aku mungkin jauh lebih faham tentang hal tersebut yang ditanyakan, namun aku masih saja sulit untuk mengamalkannya.

"Yaa, jujur begini mas. Aku itu sebenernya heran gitu sama orang tua yang ngelarang anak - anaknya belajar agama. Padahal kadang mereka itu pengeen banget mendalami Agama Islam itu. Salah satunya orang tuaku. Tapi aku selalu berusaha sih dulu, buat ngejelasin ke orang tuaku kalo belajar Agama itu bermanfaat buatku sendiri..."

Mungkin itulah perkataan Iim ketika kami mentoring yang sampai sekarang masih terngiang - ngiang di dalam benakku. Benar - benar detik itu juga aku merasa bak ada batu besar yang menghantam hati dan fikiranku. Betapa kawanku ini masih berusaha meyakinkan orang tuanya manakala justru dilarang untuk mendekat kepada hal yang ma'ruf. Sedangkan aku ? Ah, terkadang aku menyia - nyiakan keadaanku yang sekarang ini. Terkadang akupun masih sering menggerutu dan ogah - ogahan manakala orang tuaku menyuruhku membaca buku - buku keagamaan, mengaji, atau menonton acara ceramah di TV.

Obrolan kami di bus pun berlanjut seru sampai ketika perjalanan pulang. Meskipun awalnya kawanku Iim ini cuma nimbrung pembicaraanku dengan kawanku Gigih, namun sekali lagi perkataannya membuatku terinspirasi,

"Jujur sih, aku selama ini sering banget keteteran buat ngatur waktuku. Aku juga di himpunan, di KINI, sama aku harus ngurus akademikku. Kamu tau kan kalo di himpunan pun harus sering rapat gitu ? Tapi kalo aku sih mikirnya gini. Aku yakin ini sebuah proses, proses belajar. Jadi sesulit apapun, aku akan berusaha lah. Aku pun kadang suka stress kok, kalo diejekin sama teman - teman gitu. Emang aku kadang marah digituin, tapi aku sih tetap berusaha aja buat jadi orang yang lebih baik kedepannya."

Betapa setiap permasalahan yang dihadapinya, tak pernah lelah kawanku ini menjawab "Aku akan berusaha...". Jika aku berkaca pada masa laluku, kawanku Iim ini ibarat cerminan diriku di masa lalu. Namun, sisi inspiratif Iim inilah yang dahulu tidak kumiliki. Ketika aku menemui kesulitan, aku lebih suka memilih jalan keluar yang justru bahkan menambah masalah. Tak jarang aku membuat tulisan aneh - aneh di jejaring sosial dahulu ketika diriku masih berada pada bangku SMP dan SMA kelas 1, entah itu umpatan, dan lain sebagainya. Bahkan aku cenderung menyalahkan orang lain pada waktu itu ketika aku gagal mendapatkan apa yang aku inginkan. Namun itu semua tidak kutemukan dalam diri kawanku ini.

Sebuah kalimat sederhana, terucap dengan keikhlasan yang ada di dalam hati, pun bisa menjadi energi positif yang tiada terkira kuatnya melebihi apapun. Terkadang menyesal hati ini, mengapa tidak sedari dulu aku berfikiran seperti apa yang difikirkan oleh kawanku ini. Mengapa terlambat kusadari bahwa sebuah mindset dapat dibentuk, hanya dengan mengulang - ulang sebuah perkataan dengan ikhlas sehingga menjadi sebuah sugesti dalam diri.

Laws of Attraction, itulah yang kupelajari dari apa yang sering dilakukan oleh kawanku Iim ini. Menurut buku karya Paresma Elvigro berjudul "Syabab, Panduan Gaul Syar'i Muda - Mudi Islam Masa Kini" yang pernah kubaca, Laws of Attraction ( LoA ) berbunyi : Apapun yang kita fikirkan, itulah yang akan menjadi kenyataan. Berdo'a kepada Allah secara ikhlas dan istiqamah adalah salah satu aplikasi dari Laws of Attraction ini. Do'a yang diulang - ulang akan menimbulkan sugesti, sugesti inilah yang dapat menguatkan keyakinan yang ada di dalam diri kita. Itulah mengapa Allah pun memerintahkan kita untuk selalu berdo'a kepadanya, serta berfikir positif atau ber-khusnudzon. Allah pun sudah menjelaskannya dalam Al-Qur'an,

"Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepadaku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang - orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina" - Q.S Al - Mu'min [40] : 60

Apakah do'a itu selalu harus diucapkan dengan bahasa arab ? Apakah do'a itu hanya bacaan yang dibaca setelah shalat itu ? Tidak sesempit itu, karena bahkan Kalimat - kalimat positif yang sering kita ucapkan sehari - hari pun merupakan salah satu wujud dari Do'a. Bukankah Allah senantiasa mencintai makhluknya yang senantiasa berdo'a dan bermunajat kepada-Nya ??

.....

Inspirasi, memang bisa datang darimanapun, kapanpun, dan dimanapun. Tiada batas pasti akan perwujudan dari inspirasi itu sendiri, karena itupun relatif. Belum tentu orang lain akan terinspirasi oleh apa yang membuatku terinspirasi saat ini. Meskipun kisah berpuluh - puluh tokoh inspiratif telah kubaca selama perjalanan berangkat tadi pagi, namun hari ini kawanku inilah yang menjadi inspirasiku, inspirasi tanpa batas...


Surabaya, 9 Januari 2016


Terinspirasi oleh seorang sahabat