Jumat, 25 Maret 2016

Ilmumu, Tombak Peradaban


Tombe la neige
Tu ne viendras pas ce soir
Tombe la neige
Et mon cœur s'habille de noir
Ce soyeux cortège
Tout en larmes blanches
L'oiseau sur la branche
Pleure le sortilège

Tu ne viendras pas ce soir
Me crie mon désespoir
Mais tombe la neige
Impassible manège

Tombe la neige
Tu ne viendras pas ce soir
Tombe la neige
Tout est blanc de désespoir

Triste certitude
Le froid et l'absence
Cet odieux silence
Blanche solitude

Tu ne viendras pas ce soir
Me crie mon désespoir
Mais tombe la neige
Impassible manège

Sebuah lagu ciptaan Salvatore Adamo, musikus klasik asal perancis, tak terasa saya nyanyikan sepanjang perjalanan pulang setelah selesai mentoring. Hujan deras yang terjadi sepanjang perjalanan pulang semakin membuat saya semakin menghayati lagu yang kunyanyikan, karena arti dari "Tombe la Neige" ini adalah "The Snow is Falling" atau "Salju telah turun". Yah walaupun saya belum pernah merasakan hujan salju sekalipun. Tapi saya percaya, bahwa saya akan merasakan hujan salju 2 - 3 tahun lagi. Aamiin :)

Perancis. Ya, adalah salah satu impian saya untuk menjejakkan kaki di sana 2 - 3 tahun mendatang. Untuk apa lagi kalau bukan untuk melanjutkan studi ? Walaupun belum tentu orang tua memberikan izin, tetapi setidaknya ini merupakan perencanaan masa depan. Perencanaan masa depan ibarat sebuah kemudi. Sebuah kemudi sangat menentukan kemana kapal akan berlayar. Sama dengan rencana hidup, tanpa perencanaan masa depan yang cermat, mau dibawa kemana hidup saya ? Allah pun menyukai segala sesuatu yang penuh perencanaan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Hasyr ayat 18 :

"Wahai orang - orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap kalian memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ( akhirat ), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan"
( Q.S Al-Hasyr : 18 )

satu prinsip yang kupegang sejak awal aku mengenal apa itu organisasi hingga aku menjadi seperti sekarang ini : Kebaikan yang tidak terorganisir AKAN KALAH dengan Kebathilan yang terorganisir rapi.

***
"Zaman dulu, ada sebagian umat muslim yang berpendapat bahwa agama dan ilmu pengetahuan itu tidak bisa dicampuradukkan. Sehingga orang - orang yang belajar agama Islam, tapi juga belajar ilmu - ilmu selain agama Islam, dianggap salah. Namun, menurut saya ini justru merupakan awal kehancuran dari Islam itu sendiri". Perkataan mentor saya inilah yang membuat saya berfikir sejenak. Memang benar adanya, zaman dulu hal tersebut pernah terjadi. Al-Ghazali, dalam tulisannya yang berjudul Tufahat al-Falasifa ( Ketidakjelasan para Filsuf ) pada tahun 1058, sangat mempengaruhi dunia Islam secara keseluruhan. Namun, pengaruh yang diberikan kurang baik menurut pendapat saya, yakni menyebabkan perkembangan ilmu - ilmu pengetahuan dalam Islam menjadi terhambat. Di lain sisi, Gebert d'Aurillac ( Pendeta asal Spanyol ), mulai mempelajari ilmu - ilmu matematika, astronomi, filosofi dari orang Islam di Spanyol. Sejatinya, inilah awal dari Zaman Renaissance ( kebangkitan di eropa ) dan sebaliknya, awal dari keruntuhan Islam itu sendiri. Ada sebuah pelajaran menarik yang menginspirasi saya disini, sepanjang perjalanan pulang.

Timbul gejolak - gejolak pertanyaan dalam hati, sejatinya Islam itu indah, dimana ilmu - ilmu yang diajarkan adalah 100% benar dan bermanfaat untuk kehidupan kita. Namun mengapa terkadang kita semua, termasuk diri sendiri yang terkadang masih enggan untuk mengamalkannya ? Mengapa justru yang mengamalkannya adalah orang - orang non-muslim, lebih tepatnya bangsa barat ? Pada saat ini, kita kalah secara teknologi dengan bangsa barat. Padahal sebetulnya, peradaban teknologi sudah ditemukan lebih dulu oleh umat muslim pada Dinasti Abbasiyah, tepatnya sebelum runtuhnya Dinasti Abbasiyah terakhir di Granada, Spanyol.

Mengapa negara - negara eropa yang semula sangat "kelam" bisa berubah menjadi negara - negara yang jauh lebih modern dari segi teknologi dengan negara - negara Islam pada saat ini ? Ya karena salah kita sendiri, bukan salah agamanya. Kita lah yang terkadang bermalas - malasan belajar. Ibarat kata, kita terlena oleh kejayaan - kejayaan yang sempat kita raih di zaman dulu, masa keemasan Islam. Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di belahan bumi eropa. Pada masa sebelum Renaissance, orang - orang eropa sangat terbelakang. Mereka hanya menurut apa kata pastur ataupun pendetanya. Ketika mereka menyadari bahwa bangsa mereka tertinggal, mereka pun berusaha mengejar ketertinggalan mereka, dengan banyak belajar dari orang Islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Gebert d'Aurillac, pendeta pertama yang mau belajar ilmu - ilmu sains dan teknologi dari orang Islam.

Agama, memang kunci dari sebuah peradaban yang madani. Namun, peradaban madani pun tak luput dari kebutuhan akan berkembangnya teknologi. Caranya bagaimana ? Tentu saja dengan kita lebih banyak belajar, jangan pernah malu, enggan, gengsi, apalagi malas belajar dari orang yang memiliki pengetahuan jauh lebih luas dibandingkan kita, sekalipun berbeda keyakinan dengan kita. Tetaplah konsisten dan senantiasa berusaha untuk mengamalkan apa yang kita miliki, dalam Agama yang rahmatan lil aalamin, Islam.

***
Inilah hal yang membuat saya semakin termotivasi untuk mewujudkan impian saya, dimana saya dapat bertemu dengan orang - orang hebat, lalu menggali sebanyak mungkin ilmu - ilmu yang mereka miliki untuk membangun diri, bangsa, negara, dan tentunya adalah membangun peradaban. Karena sejatinya ilmu, adalah tombak peradaban.

Teruslah belajar, dan jangan pernah berhenti belajar hingga nafas ini terhenti dan jantung berhenti berdetak. Karena kita semua adalah pembelajar, pembelajar seumur hidup.

****

Semoga apa yang saya tuliskan kali ini bisa menjadi motivasi, inspirasi, dan tentunya sebagai bahan muhasabah untuk diri saya pribadi maupun teman - teman yang membacanya.

:)



Surabaya, 25 Maret 2016
@RumahKesuksesan