Sabtu, 26 September 2015

Inspirasi Sebuah "Puntung Rokok" [ Trip to Jakarta - Part 2 ]


                "Perhatian - perhatian. Kepada seluruh penumpang Kereta Api Kertajaya akan tiba di stasiun pemberhentian akhir, Stasiun Pasar Senen. Dimohon kepada seluruh penumpang untuk memastikan barang - barangnya tidak tertinggal ataupun tertukar. Terimakasih telah menggunakan jasa Kereta Api Indonesia. Persiapan, Stasiun Pasar Senen..."
               Tak lama kemudian, kereta api pun mulai melambat dan akhirnya berhenti di sebuah stasiun, yang tidak lain adalah Stasiun Pasar Senen, tempat kami turun setelah tiba di Jakarta. Lalu kulirik arlojiku sesaat, ternyata sekarang sudah jam 09.00. Kereta ini benar - benar tepat waktu, gumamku pada saat itu.
                Kami bergegas turun dari kereta setelah benar - benar memastikan bahwa barang kami tidak ada yang tertinggal maupun tertukar. Stasiun yang semula sepi, mendadak berubah ramai bak burung lepas dari sangkarnya. Ketika kami tiba di gate atau yang biasa disebut peron, kami pun harus berdesak - desakan lagi seperti saat kami akan berangkat. Setelah kami berhasil keluar dari stasiun, tiba - tiba perutku mulai keroncongan,
               " Mid, laper gak ? Cari sarapan yuk, yang harganya bersahabat tapi. Hehe "
               " Hmm, boleh deh Dan. Yuk sambil jalan aja kita lihat - lihat sekeliling sini juga. "
               " Eh tapi kita mau makan apa yaa pagi ini ? "
               " Udahlah Yud, kita sambil lihat aja. Seadanyaa. Hehehe"
Kami bertiga pun akhirnya mampir di warung nasi dekat pemberhentian mikrolet - mikrolet. Spontan aku bergegas memesan nasi kuning kesukaanku, diikuti kawanku Hamid dan Wahyudi. Mereka memesan menu yang sedikit berbeda denganku. Nasi yang awalnya satu piring penuh di piringku, dalam sekejap sudah tak tersisa lagi. Beginilah kalau orang sedang lapar, makanan apapun yang ada di depannya selalu terasa enak di lidah. Ketika aku akan memesan minuman, aku pun melihat ada seorang ibu tua sedang merokok di pinggir jalan bersama dengan pemuda - pemuda yang dari penampilannya seperti berandal, lalu membuang puntung rokok tersebut. Melihat puntung rokok yang jatuh tepat beberapa jengkal dari kakiku, tanpa sadar aku pun merenungi sesuatu dan aku mendapatkan sebuah ilham dari apa yang telah kulihat.
                Pemerintah Indonesia saat ini sedang gencar - gencarnya untuk mengurangi konsumsi rokok seluruh masyarakat Indonesia, karena memang sudah jelas rokok tidak ada manfaatnya, yang ada justru mempercepat kematian. Orang - orang dewasa yang seharusnya bisa menjadi percontohan bagi generasi mudanya, justru malah bersikap sebaliknya. Menurut penuturan temanku Hamid, Jakarta memang ibarat kota liberal. Disini bener - bener bebas ngelakuin apa aja, karena gaya hidup masyarakat yang sudah jauh lebih modern dan semuanya ada di jakarta. Perilaku - perilaku yang menurut pribadiku sudah benar - benar menyimpang dari prinsip hidupku, seperti contohnya merokok, minum - minuman beralkohol, serta berbicara kotor sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat disana. Bagaimana jika ini terus menerus berkelanjutan ? Masyarakat yang sudah benar - benar kelewat bebas, hampir tak menggubris norma - norma yang sebetulnya sudah ada di masyarakat, baik itu norma sosial, norma hukum, bahkan norma agama apalagi. Detik itupun, aku bersyukur karena sejak kecil aku berada di lingkungan yang baik, lingkungan yang membuatku terus memiliki semangat  untuk meningkatkan kualitas diri, lingkunganku yang membuatku terus berlomba - lomba dalam melakukan kebaikan, serta lingkunganku yang membuatku terus berusaha saling belajar dan menguatkan satu sama lain dalam ikatan ukhuwah yang erat. Di lingkungan kampus, dimana kami diajarkan untuk selalu menjunjung tinggi norma norma sosial, kemasyarakatan, serta agama. Di lingkungan jurusan, dimana kami selalu diajarkan untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik, serta menjadi pribadi yang tangguh. Di lingkungan masjid, dimana kami selalu diajarkan untuk menjadi kader - kader dakwah untuk memimpin perubahan di sekeliling kita ke arah lebih baik dan yang mengajarkan untuk selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam hal kebaikan. Ah betapa tak bisa kusebutkan satu per satu, hal - hal apa saja yang mampu membuatku bersyukur hingga detik ini, setelah setahun silam aku gagal menjadi seorang perantau di sebuah kota besar di daerah Jawa Barat. Aku bersyukur bisa kuliah dan mengembangkan diri di tempatku yang sekarang ini, Surabaya.
           Itulah sepenggal pengalaman yang kudapatkan saat pertama kali menginjakkan kakiku kembali di jakarta sejak bertahun - tahun yang lalu aku meninggalkan Jakarta untuk hijrah ke Surabaya. Ditengah perenunganku yang dalam, HP ku berbunyi. Ternyata dari LO tim kami yang mengabarkan kalau ia sudah menunggu di depan supermarket dekat stasiun. Segera saja aku langsung menarik tangan kedua kawanku menuju depan supermarket yang dimaksud untuk langsung bertemu dengan LO kami.


Jakarta, 16 September 2015, 09.30





Tidak ada komentar:

Posting Komentar